TIMES SURABAYA, SURABAYA – Pemerintah Kota atau Pemkot Surabaya menunda rencana pembangunan tanggul laut yang bertujuan untuk mencegah banjir rob. Pembangunan tanggul laut saat ini dinilai belum memungkinkan, sehingga pemkot lebih memprioritaskan optimalisasi rumah pompa, pintu air, dan bozem sebagai upaya pengendalian banjir.
Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya, Syamsul Hariadi menjelaskan solusi mencegah banjir rob yang lebih realistis saat ini adalah optimalisasi pintu air, rumah pompa, dan bozem. "Penanganan banjir rob itu memang harus ada tanggul laut, kemudian dilengkapi dengan pintu air dan pompa air," ujar Syamsul, Senin (8/12/2025).
Menurut dia, infrastruktur pengendali banjir di wilayah timur Surabaya saat ini sudah lengkap, mulai dari pintu air hingga pompa air. Karena itu, ia optimistis banjir rob di wilayah tersebut dapat diminimalisir. "Itu sudah lengkap, sehingga untuk banjir rob itu insyaallah bisa kita minimalisir,” terang Syamsul.
Namun, kondisi berbeda terjadi di wilayah barat Surabaya. Syamsul menyebut, wilayah seperti Kali Krembangan, Kalianak, dan Kali Sememi belum memiliki fasilitas pintu air maupun pompa air, sehingga banjir rob masih mungkin terjadi.
“Jadi kita agendakan untuk rumah pompa di tiga atau empat sungai yang menuju ke laut di wilayah barat itu. Wilayah barat itu ada sekitar lima akses yang menuju laut," ujar Syamsul.
Syamsul menyebut wilayah Surabaya barat yang saat ini sudah dilengkapi pompa air adalah Balong dan Kandangan. Sedangkan di tiga lokasi lain, yakni Asemrowo, Kalianak dan Tambak Langon masih belum. "Nanti kita agendakan (pembangunan) pintu air dan rumah pompa di sana,” paparnya.
Oleh sebabnya, Syamsul menegaskan pembangunan tanggul laut secara menyeluruh saat ini belum bisa direalisasikan. Terlebih, pembangunan tanggul laut bersifat kompleks dan tidak semua wilayah pesisir membutuhkan.
"Seperti di wilayah barat, Kalianak dan lain sebagainya, itu sebetulnya sudah ada tanggulnya. Bukan tanggul laut namanya, tapi itu sudah proteksi terhadap air laut,” jelasnya.
Selain itu, Syamsul mengungkap bahwa sebagian tanah di wilayah barat Surabaya telah ditinggikan oleh pengembang. Dengan demikian, Pemkot Surabaya tinggal melengkapi infrastruktur pengendalian air.
"Karena di sana kebanyakan tanahnya itu milik pengembang-pengembang dan pergudangan. Dan itu sudah otomatis ditinggikan oleh mereka, sehingga kita tinggal melengkapi saja," sebutnya.
Sementara terkait fungsi bozem, Syamsul menjelaskan jika fasilitas ini sangat efektif sebagai tempat penampungan sementara air dari darat saat bersamaan dengan pasang air laut.
"Kalau hujan, air masuk ke bozem, kemudian dipompa ke laut saat pasang. Tapi kalau surut, air dari bozem bisa langsung mengalir, gravitasi dibantu pompa juga, jadi dua kali kecepatannya lebih cepat," jelasnya.
Ia menuturkan bahwa Surabaya memiliki tiga bozem utama, yaitu Bratang, Kalidami, dan Morokrembangan. Masing-masing bozem tersebut mampu menampung hingga 80 ribu meter kubik air.
"Yang besar itu ada tiga, yaitu Bozem Bratang, Kalidami dan Morokrembangan. Itu kapasitas bisa sampai 80 ribu meter kubik. Mereka mampu sementara (menampung air saat hujan deras), tinggal kekuatan pompa kita yang harus kita optimalkan," pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pemkot Surabaya Tunda Bangun Tanggul Laut, Fokus Optimalisasi Infrastruktur Pengendali Banjir Rob
| Pewarta | : Siti Nur Faizah |
| Editor | : Deasy Mayasari |