TIMES SURABAYA, SURABAYA – Kebun Binatang Surabaya (KBS), salah satu ikon wisata tertua di Indonesia yang telah berdiri sejak 1916, kini menghadapi tantangan serius di tengah upaya mempertahankan perannya sebagai pusat konservasi, pendidikan, dan pariwisata.
Di balik citranya sebagai destinasi favorit keluarga dan pelajar sebagai sebuah konservasi, KBS tengah berjuang menghadapi berbagai isu krusial, mulai dari overpopulasi satwa, keterbatasan fasilitas, hingga manajemen sumber daya manusia yang belum optimal.
Overpopulasi Satwa Menjadi Masalah Mendesak
Salah satu tantangan paling mendesak yang kini dihadapi KBS adalah over populasi satwa, terutama spesies seperti Komodo dan Jalak Bali. Saat ini, KBS memiliki sekitar 135 ekor Komodo, jauh melebihi kapasitas ideal yang tersedia.
Hal tersebut disampaikan oleh Singky Soewadji Ketua APECSI (Asosiasi Pemerhati dan Pecinta Satwa Indonesia), saat menggelar Jagongan Bareng bersama Rumah Literasi Digital (RLD), di Surabaya, Jumat (5/9/2025).
Karena menurutnya, over populasi akan berdampak pada kesejahteraan hewan yang menurun akibat ruang yang terbatas, konsumsi pakan yang meningkat, sehingga menambah beban biaya operasional, serta risiko penyebaran penyakit akibat kepadatan tinggi.
"Saya tidak bermaksud meremehkan anak muda, namun pengalaman dan pengetahuan yang mendalam tentang konservasi satwa liar tidak bisa didapatkan hanya dengan semangat atau latar belakang pendidikan formal," tuturnya.
Singky Soewadji juga menyampaikan, bahwa ada tiga solusi teknis utama untuk mengatasi over populasi tersebut.
Pelepasliaran ke habitat asli, dengan kajian ekosistem dan keamanan, peminjaman atau hibah ke lembaga konservasi lain, dalam dan luar negeri, serta eutanasia sebagai pilihan terakhir, dilakukan dengan pendekatan etis dan profesional.
“KBS itu rumah kedua bagi saya. Tapi sekarang, masalah overpopulasi dan kompetensi SDM harus segera ditangani,” ujar Singky.
Tantangan Sumber Daya Manusia dan Manajemen
Selain masalah satwa, Singky juga menyoroti aspek manajemen internal KBS Surabaya. Menurutnya, dari sekitar 200 pegawai, sekitar 60% merupakan mandor atau tenaga non-produktif yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan konservasi atau pelayanan publik.
Hal tersebut, menurutnya, menunjukkan perlunya, restrukturisasi organisasi, perlunya juga pelatihan ulang bagi tenaga kerja, serta modernisasi sistem manajemen berbasis teknologi, dan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan.
Dengan berbagai permasalahan tersebut, Singky juga menekankan pentingnya peran Direktur KBS yang baru dalam menangani dua isu utama: overpopulasi dan peningkatan kualitas SDM.
Sebagai lembaga konservasi yang telah berdiri lebih dari satu abad, Kebun Binatang Surabaya tidak hanya menjadi tempat rekreasi, tetapi juga bagian dari identitas sejarah Kota Pahlawan.
Namun, di tengah berkembangnya wisata buatan dan digitalisasi sektor pariwisata, KBS dituntut untuk beradaptasi.
Apakah KBS akan mampu bangkit sebagai kebun binatang modern dan edukatif, atau justru tergerus zaman dan ditinggalkan generasi muda?
"Kami berharap agar pemimpin yang terpilih adalah sosok yang benar-benar kompeten dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap konservasi satwa liar Indonesia. Kami juga berharap agar masalah overpopulasi satwa dan manajemen yang tidak profesional dapat segera diatasi agar lembaga konservasi dapat berfungsi secara optimal," pungkas Singky.
Dukungan dari Industri Hospitality
KBS merupakan kebun binatang yang pernah terlengkap se-Asia Tenggara. Terdapat lebih dari 230 spesies satwa yang berbeda yang terdiri lebih dari 2179 ekor satwa.
Termasuk di dalamnya satwa langka Indonesia maupun dunia terdiri dari Mamalia, Aves, Reptilia, dan Pisces.
Sebagai konservasi memiliki arti dan manfaat yang besar bagi lingkungan sekitar, termasuk dalam membangun sektor pariwisata.
Menurut Kus Andi, Ketua Himpunan Humas Hotel (H3) Surabaya Raya, KBS sebagai konservasi memiliki arti dan manfaat yang besar bagi lingkungan sekitar, termasuk dalam membangun sektor pariwisata.
"Harapan kami adalah terciptanya kemudahan-kemudahan antara pelaku hotel dan para pelaku wisata. Misalnya, dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS), kami bisa melakukan kolaborasi yang saling menguntungkan," ujarnya.
Kolaborasi ini bisa berupa kebijakan khusus, seperti tamu hotel mendapatkan privilege atau harga spesial dari KBS.
"Melalui kegiatan ini, kita bisa melakukan branding bersama melalui media sosial, seperti Instagram. Kami akan mempromosikan wisata di Surabaya, termasuk KBS, dan sebaliknya," tandasnya.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kebun Binatang Surabaya Hadapi Tantangan Overpopulasi dan Modernisasi
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Deasy Mayasari |