TIMES SURABAYA, SURABAYA – Budidaya Ikan dalam Ember (Budikdamber) merupakan salah satu alternatif ketahanan pangan walaupun memiliki keterbatasan lahan. Hal tersebutlah yang dilakukan warga Kampoeng Oase Songo.
Tak hanya itu, kalangan akademisi juga turut melirik potensi tersebut melalui tim pengabdian masyarakat (abdimas) yang dilakukan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS).
Didanai Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, tahun pendanaan 2024, bibit ikan lele yang dibudidayakan mulai Juni-Desember berhasil panen.
Ketua tim pengusul Freshinta Jellia Wibisono menyebut, meski sempat gagal dalam budidaya lele, tapi warga kampung tidak menyerah dan perlahan bangkit.
"Beberapa kali terjadi kematian dan juga pernah terjadi kematian masal di bulan ke dua," ujarnya, Senin (25/11/2024).
Setelah dievaluasi, kata Freshinta, pihaknya menemukan kadar amoniak terlalu tinggi yang disebabkan sisa pakan terlalu banyak.
"Tak hanya itu, anak kecil yang penasaran dengan lele ingin melihat kemudian memegang itu bisa membuat setres semakin tinggi. Selain itu, perubahan cuaca juga bisa jadi faktor, karena tiga hari setelah menghadapi puncak panas Surabaya, lele mengalami kematian masal," jelas Shinta.
Ia juga mengatakan bahwa estimasi panen adalah 80 persen hidup. "Jika satu budikdamber ditabur 100 benih, sampai panen bisa menghasilkan 80 ekor. Harapannya, warga bisa mendapatkan protein ataupun pangan yang dibudidayakan sendiri," katanya.
Sementara itu, Yaning Mustikaningrum Ketua Kampoeng Oase Songo mengaku sempat pesimis saat mengalami gagal panen. Namun, saat ini dirinya membuktikan bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.
"Kami akan melanjutkan program ini meski sudah tidak didampingi tim UWKS, karena ini penting untuk ketahanan pangan warga," ungkapnya.
"Sehingga warga bisa hidup dari kampung. Kami juga akan jual hasil budidaya ini dengan harga yang lebih murah dari pasaran, dari hasil penjualan itu nantinya akan dibelikan bibit lagi," sambung Yaning.
Dalam kesempatan yang sama, Pembina Kampoeng Oase Songo, Adi Candra sangat mengapresiasi warga RT 09/RW 03 Kelurahan Simomulyo Baru atas kepedulian dan kekompakannya dalam mengelola kampung. Terbukti ketika menghadapi masalah, mereka sigap untuk menerima masukan dan melakukan perbaikan.
"Kami berharap dengan adanya peningkatan program ketahanan pangan ini secara langsung juga akan berpengaruh terhadap dorongan sirkular ekonomi yang berkelanjutan," paparnya.
Pengelolaan lingkungan dan isu ketahanan pangan yang disolusikan melalui urban farming oleh Kampoeng Oase Songo ini diharapkan mampu mendorong sirkuler ekonomi yang berkelanjutan.
"Sehingga target pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals bisa tercapai dikampung ini," pungkas Adi.
Sebagai informasi, tim yang terlibat dalam pengabdian masyarakat di Kampoeng Oase Songo Surabaya diantaranya Santirianingrum Soebandhi dan Masfufatun dari kalangan dosen. Miftahul Habibi, Azmi Khalid Amrulloh, Wisnu Prayoga, Ibra Zullian Khairi, Ulfa Rafika Kusumaningsih, Hidayatul Putri Syafrita, Aida Aulia Rahmasari dan Aulia Nur Laily dari mahasiswa. Kegiatan pengabdian masyarakat tersebut juga didukung oleh Mahasiswa program MSIB Batch 7, Aflakhulmuzakka dari Universitas Trunojoyo Madura untuk Marketing dan Promosi Kampoeng Oase Songo sebagai Wisata Edukasi Urban Farming. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kampoeng Oase Songo Surabaya Sukses Budikdamber Hingga Berhasil Panen
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |