https://surabaya.times.co.id/
Opini

Obral Tambang di Indonesia

Jumat, 04 Juli 2025 - 18:22
Obral Tambang di Indonesia Taufikur Rohman, S.H., Direktur LBH PC PMII Surabaya.

TIMES SURABAYA, SURABAYA – Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas dengan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa. Namun dalam satu dekade terakhir, arah kebijakan pengelolaan sumber daya tersebut cenderung mengarah pada ekstraksi masif yang mengabaikan prinsip hukum lingkungan dan keadilan ekologis. 

Fenomena ini mencuat dalam apa yang dapat disebut sebagai “obral izin tambang”, yang kerap dibungkus dalam retorika pemanfaatan untuk pembangunan. Belakangan ini terdapat banyak fakta yang menunjukkan bahwa negara sanbat sewenang-wenang dalam pemberian izin usaha pertambangan, mulai dari izin usaha pertambangan bagi organisasi keagamaan hingga kepada universitas.

Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), hingga tahun 2024, Indonesia telah menerbitkan lebih dari 10.000 izin usaha pertambangan (IUP). Dari angka tersebut, lebih dari 1.400 izin dikategorikan bermasalah, termasuk tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung, wilayah adat, dan kawasan rawan bencana. Ini menunjukkan lemahnya sistem perizinan yang tidak berbasis tata kelola lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, regulasi perizinan tambang semakin diliberalisasi. Mekanisme persetujuan lingkungan (Amdal), konsultasi publik, dan partisipasi masyarakat cenderung dilemahkan dalam kerangka “kemudahan berusaha”. 

Padahal, pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 secara eksplisit menjamin hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945  yang mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat secara adil dan berkelanjutan. 

Pelanggaran terhadap Prinsip Hukum Lingkungan

Obral izin tambang tidak hanya bertentangan dengan konstitusi, tetapi juga melanggar asas atau  prinsip utama hukum lingkungan. Secara konseptual  asas atau prinsip hukum lingkungan banyak kita lihat dalam ketentuan hukum nasional meupun konvensi internasional, Namun dalam pembahasan ini saya mengambil lima asas atau prinsip dasar hukum lingkungan, yakni:

Pertama, Asas pencegahan. Prinsip yang mengutamakan upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan sebelum kerusakan tersebut terjadi. Prinsip ini menekankan pentingnya tindakan proaktif untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan, bukan hanya merespons setelah kerusakan terjadi.

Kedua, Asas kehati-hatian. Prinsip dalam hukum lingkungan yang menekankan tindakan pencegahan terhadap potensi bahaya lingkungan atau kesehatan manusia, bahkan ketika bukti ilmiah belum sepenuhnya meyakinkan. 

Prinsip ini mendorong tindakan proaktif untuk menghindari atau meminimalkan risiko, terutama ketika ada ketidakpastian ilmiah tentang dampak suatu kegiatan atau produk.

Ketiga, Asas polluter pays. Asas yang menyatakan bahwa pihak yang menyebabkan pencemaran lingkungan bertanggung jawab untuk menanggung biaya pencegahan, pengendalian, dan pemulihan akibat pencemaran tersebut. 

Prinsip ini menekankan bahwa pelaku pencemaran harus menanggung biaya yang timbul dari tindakan mereka, termasuk biaya pemulihan lingkungan dan potensi dampak kesehatan. 

Keempat, Prinsip Keadilan antargenerasi. Bahwa setiap generasi memiliki hak untuk mewarisi lingkungan dan sumber daya alam dalam kondisi yang setidaknya sama baiknya dari generasi sebelumnya. 

Kelima, Prinsip Persetujuan Awal Tanpa Paksaan dan Berdasarkan Informasi. Hak masyarakat adat untuk memberikan atau menolak persetujuan mereka atas kegiatan yang dapat mempengaruhi tanah, wilayah, dan sumber daya mereka. 

Prinsip ini memastikan bahwa masyarakat adat memiliki kontrol atas keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka, serta memungkinkan mereka untuk menentukan nasib sendiri dan melindungi hak-hak mereka

Aspek Sosial dan Ketidakadilan Ekologis

Selain aspek legal, praktik obral izin tambang telah melahirkan ketimpangan struktural dalam distribusi manfaat dan risiko. Banyak masyarakat adat dan komunitas lokal yang menjadi korban konflik agraria, kehilangan akses atas tanah dan sumber air, serta menjadi korban kriminalisasi saat melakukan penolakan. 

Proses pengambilan keputusan yang menyingkirkan prinsip-prinsip yang telah diuraikan sebelumnya, baik asas pencegahan, kehati-hatian, polluter pays, keadilan antargenerasi hingga  Prinsip Persetujuan Awal Tanpa Paksaan dan Berdasarkan Informasi. menjadi bukti nyata ketidakadilan prosedural dan substantif dalam kebijakan pertambangan.

Ironisnya, semua ini dijustifikasi atas nama “pemanfaatan” sumber daya alam untuk pembangunan nasional. Namun dalam praktiknya, pemanfaatan yang tidak berpijak pada keadilan ekologis, partisipasi masyarakat, dan keberlanjutan lingkungan sejatinya adalah bentuk eksploitasi yang dibungkus legalitas serta mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan individu maupun golongan.

Sudah saatnya pemerintah berhenti menjadikan sumber daya alam sebagai komoditas yang di obral tanpa dasar demi pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Pemanfaatan harus dikembalikan pada kerangka hukum yang berpihak pada keadilan ekologis, perlindungan hak masyarakat, dan kesinambungan daya dukung lingkungan. (*)

***

*) Oleh : Taufikur Rohman, S.H., Direktur LBH PC PMII Surabaya.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.