TIMES SURABAYA, SURABAYA – Melalui Pembinaan Industri Rumah Tangga dan Usaha Mikro (IRT-UM) yang didanai Ditjen Dikti, tim dosen Petra Christian University (Universitas Kristen Petra) Surabaya membuat teknologi tepat guna bagi pengrajin di eks lokalisasi Dolly. Kini mereka mampu menciptakan motif-motif batik unik menggunakan canting cap ramah lingkungan berbahan karton duplex.
Eks lokalisasi Dolly bertransformasi menjadi pusat kerajinan batik yang berdaya saing. Tapi faktanya, para pengrajin batik tersebut mengalami kesulitan dalam menciptakan motif batik baru untuk bisa menarik konsumen, khususnya dengan harga produksi yang lebih ekonomis.
Melihat fenomena ini, tim dosen lintas disiplin Petra Christian University (PCU) bersama warga eks lokalisasi Dolly Kelurahan Putat Jaya, Surabaya, menjalankan program penguatan Industri Rumah Tangga dan Usaha Mikro (IRT-UM) Batik Berbasis Kemitraan yang komprehensif.
“Kami membuat inovasi Canting Cap Ramah Lingkungan berbahan karton duplex dengan motif khas Dolly dan Aplikasi Pencatatan Keuangan Digital. Rangkaian kegiatannya ada banyak, mulai dari pendampingan, kemudian diakhiri dengan Pemasaran Kreatif (pameran, bazaar, dan fashion show) dari produk-produk hasil pendampingan selama bulan November-Desember 2024,” kata Dr. Aniendya Christianna, ketua tim dosen Petra Christian University.
Biasanya, canting batik cap itu terbuat dari bahan tembaga, yang mana pembuatannya lama dan harganya pun mahal.
“Sehingga banyak motif kain batik dari pengrajin di eks lokalisasi Dolly ini jadi kurang up to date. Padahal untuk menggaet konsumen, apalagi anak muda, pengrajin harus sering mengeluarkan motif terbaru yang kekinian,” tambah Nindy, panggilan akrabnya.
Hasil karya batik menggunakan canting cap berbahan daur ulang. (Foto: Petra)
Dengan begitu, timnya membuat inovasi canting berbahan karton duplex karena murah, cepat, dan mudah penggunaannya. Pelatihan membuat canting ini baru diadakan sekali dan ternyata mendapat respon yang sangat bagus dari para warga.
Berbekal kreativitas dan kesabaran, para warga eks lokalisasi Dolly mampu menciptakan karya batik yang indah dan bermakna. Hal ini dibuktikan dengan antusiasme peserta yang tinggi dalam menciptakan motif unik.
“Dari pelatihan ini, mereka akhirnya juga berani mengeksplorasi kombinasi desain yang menggambarkan kehidupan sosial dan budaya khas Dolly, seperti batik gorengan, batik diesel (karena dulu Gang Dolly juga dikenal Gang Diesel untuk aliran listrik kampung), batik ramah anak, dan batik anggur (mulai dari stek batang sampai buahnya),” imbuh Nindy.
Setelah sesi pelatihan pembuatan canting berbahan karton duplex yang berbekal lem G, gunting, dan tang cucut, kemarin (19/11/2024) saatnya masyarakat mencoba mengaplikasikannya ke selembar kain putih untuk kemudian menjadikannya kain batik yang apik. Aksi ini didanai penuh oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Ditjen Dikti) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat.
Melalui inovasi canting cap ramah lingkungan dan aplikasi pencatatan keuangan digital yang nantinya akan dilakukan pada akhir bulan, program ini tidak hanya meningkatkan produktivitas para pengrajin batik di Dolly saja, tetapi juga membuka peluang bagi mereka untuk mengembangkan usaha yang berdaya saing.
"Mari bersama-sama lestarikan warisan budaya Indonesia dan kembangkan potensi ekonomi kreatif di daerah kita," ajaknya.
Fitrah Lailatul Khoiriyah, salah satu peserta pelatihan dari UKM Kalsia mengaku kaget ketika pertama kali mendengar canting berbahan karton duplex. Terlebih, harganya ekonomis. Hal ini menepis anggapan bahwa canting batik itu rumit dan sulit.
"Saya baru mengikuti pelatihan sekali selama kurang lebih 1 jam, dan sudah bisa. Awalnya kami membuat dalam ukuran kecil, yaitu 10 x 10 cm. Pelatihan ini seru, dan saya jadi bisa menemukan wadah pengembangan diri yang baru,” ucapnya. (*)
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |