TIMES SURABAYA, SURABAYA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah sejatinya merupakan langkah besar dalam memperkuat kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dengan memastikan anak-anak sekolah memperoleh asupan gizi seimbang, negara sedang menanam investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, cita-cita mulia itu terusik oleh rangkaian kasus keracunan yang menimpa ribuan siswa di berbagai daerah.
Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat, hingga September 2025 terdapat 6.452 kasus keracunan anak peserta MBG. Di Kabupaten Bandung Barat, situasinya bahkan ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena kasus terjadi serentak dan melibatkan banyak sekolah.
Fenomena ini memunculkan keresahan yang luas di tengah masyarakat. Orang tua khawatir, masyarakat mulai ragu, dan desakan evaluasi pun menguat.
Desakan ini disampaikan setelah berulangnya kasus keracunan ribuan siswa di berbagai daerah yang menerima program MBG. Usulan untuk perbaikan dan/atau evaluasi menyeluruh disampaikan oleh masyarakat. Selain itu para orang tua siswa yang khawatir kejadian tersebut menimpa anaknya.
Dalam dokumen Astacita Presiden Prabowo, program MBG ditempatkan sebagai instrumen strategis untuk memperbaiki kualitas gizi anak-anak bangsa. Namun, kasus keracunan berulang menunjukkan bahwa pelaksanaan di lapangan belum sepenuhnya selaras dengan tujuan kebijakan.
Kondisi terus terjadinya keracunan makanan ini jelas bertentangan dengan tujuan mulia MBG untuk menyehatkan anak dengan meningkatkan kualitas gizi anak bangsa sebagaimana menjadi bagian dari Astacita Presiden Prabowo.
Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai penyelenggara MBG perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh. Pemerintah harus memastikan bahwa pelaksanaan MBG di semua daerah berjalan dengan benar, aman, sehat, bergizi, halal, dan akuntabel.
Kondisi ini bukan hanya mengancam kesehatan anak-anak, tetapi juga dapat meruntuhkan kepercayaan publik terhadap kebijakan yang sebenarnya baik. Program sebesar MBG hanya akan berhasil bila masyarakat percaya bahwa negara mampu mengelolanya dengan aman, transparan, dan akuntabel.
Dalam konteks kebijakan publik, evaluasi bukan sekadar formalitas administratif, tetapi bagian penting dari siklus kebijakan itu sendiri. Evaluasi diperlukan untuk mengukur sejauh mana implementasi berjalan efektif, mengidentifikasi hambatan, dan merumuskan perbaikan.
Pentingnya Evaluasi Implementasi Kebijakan
Pentingnya evaluasi implementasi kebijakan dapat meningkatkan kualitas kebijakan, memastikan implementasi dapat berjalan secara efektif, menghemat sumber daya dan membantu pengambilan keputusan.
Selain itu tujuan evaluasi implementasi kebijakan yaitu dapat mengukur kinerja dan hasil sehingga dapat mengevaluasi seberapa baik kebijakan mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, memberikan umpan balik (Feedback) yakni menyediakan informasi yang objektif dan sistematis kepada pembuat kebijakan dan pelaksana.
Mengidentifikasi masalah dan kondisi sehingga dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung atau menghambat keberhasilan implementasi kebijakan, memberikan rekomendasi untuk memperbaiki kebijakan yang ada atau mengembangkan kebijakan baru di masa mendatang dan akuntabilitas yaitu dapat memastikan akuntabilitas pelaksana kebijakan terhadap tujuan yang ingin dicapai.
Setidaknya ada lima alasan mengapa evaluasi MBG menjadi mendesak. Pertama, untuk mengukur kinerja dan hasil program, apakah benar-benar mencapai sasaran peningkatan gizi anak. Kedua, memberikan umpan balik objektif kepada pembuat kebijakan dan pelaksana di lapangan.
Ketiga, mengidentifikasi masalah struktural dan teknis yang menghambat efektivitas. Keempat, menyusun rekomendasi perbaikan baik terhadap kebijakan maupun tata kelolanya. Kelima, memperkuat akuntabilitas publik, memastikan dana dan pelaksanaan program berjalan sesuai mandat.
Belajar dari Grindle
Dalam literatur implementasi kebijakan, Merilee S. Grindle memberikan kerangka yang relevan untuk memahami persoalan ini. Menurutnya, keberhasilan implementasi tidak hanya ditentukan oleh rancangan kebijakan, tetapi juga oleh konteks politik dan administratif yang menyertainya.
Grindle membagi dua aspek penting: isi kebijakan (content of policy) dan konteks politik (context of implementation). Isi kebijakan mencakup siapa yang memperoleh manfaat, seberapa besar perubahan yang ditargetkan, serta kepentingan siapa saja yang terlibat. Sementara konteks politik berbicara tentang distribusi kekuasaan, karakter rezim, serta relasi antara pemerintah dan masyarakat.
Jika kita terapkan pada kasus MBG, terlihat bahwa permasalahan tidak hanya terletak pada urusan dapur dan distribusi makanan, tetapi juga pada koordinasi lintas lembaga, tata kelola anggaran, serta dinamika pusat-daerah. Dengan kata lain, masalah MBG adalah masalah kebijakan publik yang kompleks, bukan sekadar isu teknis penyajian makanan.
Untuk itu pemerintah segera memastikan keamanan dan kehalalan makanan MBG serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola MBG mulai dari proses produksi di dapur (SPPG), proses distribusi, hingga penyajian kepada anak-anak di sekolah.
Supaya tak ada lagi anak-anak yang jadi korban keracunan sesudah mengonsumsi MBG, dan sukses program MBG yang bertujuan baik ini. Oleh karena itu pemerintah perlu mengevaluasi program MBG secara komprehensif dan transparan sehingga program MBG kembali ke jalur yang baik dan benar yakni melindungi dan mencerdaskan anak-anak bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Dengan demikian maka program MBG ini perlu dilakukan evaluasi implementasi kebijakan.
***
*) Oleh : Ika Widiastuti, S.IP, M.AP, PH.D., Dosen Adminstrasi Publik Universitas 17 Agustus 1945 dan Alumni Mahasiswa Philippine Women's University.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |